Senin, 26 November 2012

Ikhlas dan Pasrah yang Bukan Menyerah!


            Malam ini, aku terbaring sendiri di tengah cahya temaram di kamarku. Rahangku mengatup keras, berupaya menahan butiran halus yang sudah menggantung dan membuat mataku panas. Aku lelah. Kedua tanganku—lengan atasku lebih tepatnya—terasa amat sakit. Nyeri, pegal, entahlah! Namun, yang benar – benar menusuk adalah nyeri di dadaku yang kian membuatku sesak.
            Aku lelah. Lelah berpikir tentangmu. Lelah mengharap balasan pesan darimu. Lelah berpikir macam – macam jikalau sikapmu sedikit berubah padaku. Aku benar – benar lelah. Aku tak pernah mengerti tentang kau dan jalan pikiranmu yang begitu berliku. Aku lelah menyusuri jejak langkah lebarmu yang terasa kian menjauh tanpa aku tahu sebabnya. Aku mencapai titik pasrah. Ini… Terasa… Semakin… Berat…
            Namun, entah aku ini bodoh, bebal, keras kepala atau apa. Aku terus berjalan, bahkan setengah berlari. Berupaya mensejajari langkah lebarmu.. Meski aku harus terseok, terjatuh, terluka, apa pun itu! Aku menyakiti diriku sendiri. Bodoh kah aku? Salah kah aku? Namun, jika aku sadar bahwa ini perilaku bodoh, mengapa aku masih melakukannya? Ada kah instingku berkata bahwa ini jalan terbaik? Ada kah menyakiti diriku itu jalan terbaik?
            Aku kalah. Rahangku mengendur, bersamaan dengan buliran itu terjatuh perlahan menuruni pipi dan membasahi bantalku. Aku baru menyadari betapa kuatnya air mata yang sering dikata orang sebagai pertanda ‘kelemahan’. Air mata bahkan mampu menembus pertahanan bajaku! Aku masih memegang erat ponselku, harap – harap cemas. Aku berharap ponselku setidaknya bergetar lagi, meski interval waktunya paling cepat 7-10 menit. Ah, semudah itu kah Tuhan menghapuskan perhatianmu dulu? Menghapuskan getaran ponselku dengan interval waktu 3-5 menitku?
            Aku tersenyum miris mengingat nasibku sendiri. Aku selalu begitu. Kalah dan ‘hanya’ sedikit menang. Dan kini, ditambah gunungan rasa lelah yang menjamah seluruh sendi kehidupanku. Aku benar – benar seperti terhimpit bongkahan batu raksasa material Merapi. Kini, aku ingin pasrah, namun bukan berarti menyerah! Aku ingin belajar pasrah dan segala tetek bengek tentang ilmu ikhlas.
            Aku hanya ingin semuanya mengalir, sesuai arus yang telah ditentukan oleh-Nya. Aku tak akan menerjang arus, atau membuat liku-ku sendiri. Aku ingin berkeyakinan bahwa kelokan sungai kehidupanku akan bermuara di lautan kebahagiaan kelak. Aku hanya ingin menjalaninya saja. Karena aku tak ingin mengurai segala benang keterpaksaan. Aku hanya ingin keikhlasan, seikhlas arus sungai yang mengikuti setiap kelokan. Tanpa tendensi…
Yk, 4 Nov 2012
22:30 WIB

Rabu, 31 Oktober 2012

Akumulasi

               Selamat pagi, Tuhan… Terimakasih atas anugerah-Mu dalam tiap pagiku. Dan selamat pagi, Raditya-san, matahariku… Hari ini aku merasakan suatu hal yang sangat membuatku bersemangat. Seolah ada gunungan kebahagiaan yang menumpuk dan memuncak di hatiku. Mungkin inilah yang namanya akumulasi kebahagiaan. Aku yakin, segala akumulasi ini juga karenamu.
                Kamis lalu, tepatnya tanggal dua puluh lima. Pagi itu, saat sahur, rasanya aku begitu kecewa. Apalagi setelah datang sepucuk pesanmu melalui getaran ponselku yang mengatakan bahwa kau tak bisa mengantarku siang nanti. Mana kau menyangkutkan segala sesuatunya dengan dia! Kau tahu, ini semua membuatku tak nyaman.
                Aku hanya berusaha menyabarkan hatiku berhubung hari itu aku memutuskan untuk puasa Arafah. Aku berusaha menjalani hariku dengan senyum, meski entah yang terbentuk senyum kecut, senyum asimetris, atau malah seringai menyebalkan! Hingga jam Matematika yang menjadi awal seulas senyum manis pun datang. Seorang temanku bernama Ardi oleh PPL Matematika diberitahu bahwa arti Ardi dalam bahasa Jawa adalah gunung.
                Serta merta, Mamet teringat oleh Ardito. Dan karena Mamet teringat oleh Ardito, tiba – tiba aku ingat selarik tulisan di buku pepak basa jawa-ku jaman Sekolah Dasar yang sudah usang bahwa Raditya = Srengenge atau dalam bahasa Indonesianya adalah matahari. Ya, kau memang layaknya matahari bagiku. Kadang – kadang kau membakarku dalam terikmu, namun kau lebih banyak menerangi dan menghangatkan hidupku. Akhirnya, aku mampu sedikit tersenyum. Hingga datang lagi sepucuk pesan darimu…
                ‘Kalau aku bisa antar kamu, terus gimana?’ dadaku membuncah oleh segala macam kemungkinan manis yang kan terjadi…
                Ya aku minta anter kamu lah, mas…’
                ‘Yaudah, aku bisa kok dek.’
                ‘Ha? Beneran mas?’
                ‘Iyalah sayang. Mana sih tempatnya?’
                ‘Itu… Depan SMP empat
                ‘Okedeh… Nanti aku anter aja.’ Tuhan. Terimakasih.
                Kamis yang manis… Bel berdentang tanda jam terakhir telah usai. Aku menggendong tas kuningku yang teramat mencolok dan ponselku tak pernah lepas dari genggaman. Atas permintaanmu, akhirnya aku berjalan menuju kelasmu. Jantungku hampir berhenti saat kulihat banyak sekali teman – temanmu. Mas Rozak, Mas Dewan, dan mas – mas lain entah siapa saja aku tak mengerti. Semuanya menyuarakan satu hal yang sama “Weh? Wah! Cie balikan!”
                Aku tersipu malu, sementara kau tersenyum jumawa sembari meng-kode mereka untuk diam. Kita berjalan bersama menuju parkiran yang tepat berada di balik kelasmu. Aku duduk untuk yang ketiga kalinya di jok belakang sepeda motormu sembari tersenyum. Tuhan, aku sangat merindukan ini. Roda terus melaju keluar parkiran, dan aku melihat banyak temanku yang yakin-tak yakin pasti melihatku. Aku menunduk, antara bingung, malu, dan bahagia. Aku turun di pos satpam dan mengambil helm putihku lamaku.
                Roda kembali melaju memecah teriknya mentari. Entah mengapa, hari ini aku sangat nyaman berada di belakangmu. Beberapa kali aku melayangkan cubitanku yang dulu, yang katamu selalu kau rindukan. Entah kenapa, aku merasakan ada semangat baru yang membuncah dalam diriku. Aku benar – benar bahagia. Aku teringat sedikit percakapan kita di jalan ketika itu…
                “Kamu perginya dua minggu ya?”
                “Iya nih…”
                “Oleh – oleh ya jangan lupa… Hehe.”
                “Iya iya pasti deh…”
                “Tapi sebenarnya, kamu pulang dengan selamat itu udah jadi oleh – oleh paling penting buatku.”
Aku hanya tersenyum. Aku tahu wajahku memerah, dan kurasa kau juga tahu. Namun, dalam hati aku berjanji aku pasti akan membawakan sesuatu untukmu. Termasuk sejuta cerita kehidupan disana, dan tentunya keselamatanku—yang bagimu adalah oleh – oleh paling penting. Tanpa terasa, kau sudah sampai di depan kantor Dinas Pendidikan, destinasiku hari ini. Aku turun dari sepeda motormu, berusaha tersenyum semanis mungkin. Dan saat itu, Ofi—salah satu temanku pertukaran pelajar datang sembari melempar senyum – senyum menggoda penuh tanya. Dan aku masih ingat kata – katamu sebelum kau pergi, “Kalau nggak ada yang jemput, bilang aku aja ya? Insya Allah aku jemput…”
                Dugaanku tak jauh meleset. Selesai ukur rok untuk seragam pertukaran pelajar, aku dan teman – teman baruku dari berbagai sekolah duduk sembari bersenda gurau seperti biasa. Ofi mulai menjadi provokator untuk menggodaiku. Hampir semua orang mengatakan ‘cie’ secara bersamaan. Dan ketika mereka bertanya tentang siapakah dirimu, aku terdiam seribu bahasa. Aku tak mengerti. Pacarku? Bukan. Kakak kelas biasa? Tidak mungkin mau mengantarku. Akhirnya dengan memantapkan hati aku menjawab, “Insya Allah dia masa depanku…” Dan kau tahu? Mereka serempak berkata Amin!
                Jumat. Hari Raya Idul Adha. Namun, bagiku ada yang kurang dalam Idul Adha kali ini. Aku terpaksa tidak bisa sholat ied karena kehendak-Nya. Akhirnya, aku hanya menghabiskan seharian di rumahku, melakukan beberapa pekerjaan rumah yang sedikit terbengkalai. Untung ada kau, matahariku yang senantiasa membesarkan hatiku. Siang itu, kau tak membalas pesanku karena memang kau sedang sholat Jumat. Dan aku membuat sebuah tweet berbunyi “Hai kamu, lagi jumatan ya? Bagus deh… Semoga kelak kau bisa menjadi imam dalam tiap sholatku…” Dan ketika kau mengetahuinya, tanpa basa basi kau menjawabnya dengan “Amiin…”
                Hari ini pun sebenarnya kau tak semanis biasanya padaku. Interval tiap pesan antara kau dan aku paling cepat hanyalah 5 menit, tak seperti dulu dan tak seperti biasanya. Ah, aku hanya berusaha memaklumi dan memahamimu. Mungkin kau sibuk, tak seperti dulu. Namun, agaknya ini juga salah satu jurus tarik-ulurmu yang membuat kita tak pernah merasa bosan satu sama lain…
                Sabtu, sebuah harpitnas alias hari kejepit nasional. Jika boleh jujur, aku sangat malas masuk sekolah hari ini. Namun, pengambilan nilai Seni Musik memaksaku untuk masuk pagi ini. Dan karena ada pengajian hari ini, aku membawa selembar kerudung paris cokelat yang akan kukenakan nanti saat pengajian. Pun hari ini, kau membalas pesanku seperti biasa. Singkat, padat, dan lama. Sedikit membuatku merasa tak nyaman, namun aku bisa apa?
                Usai pengajian yang sedikit membosankan seperti biasa, kau tak kunjung membalas pesanku. Aku hanya mengikuti Tasya, Firda, dan Dian ke kelas, agaknya mereka hendak mengerjakan tugas. Pukul dua belas kurang sedikit, seolah ada sesuatu yang menggerakkan hatiku untuk melangkah pulang dan melewati geduk induk untuk menyapa beberapa kawanku disana sebentar. Dan aku melihatmu! Oh Tuhan, apakah kita berjodoh? Bersamaan dengan itu, masuk pula sebaris pesan darimu yang mengajakku pulang bersama.
                Dua sepeda biru memecah siang yang menantang. Dua senyum terus mengembang sepanjang jalan yang terbentang. Sesungging senyum malu – malu, dan seulas senyum simpul jahil milikmu. Selalu dan selalu begitu, jalanan yang kita lewati terlalu cepat berlalu. Tak disangka, kita sudah sampai di tempat kita biasa bertemu atau berpisah. Aku tersenyum hangat dan melambaikan tanganku, dan masih kudengar satu kata darimu “Hati – hati…” Harusnya kau yang hati – hati, Radit-san…
                ‘Makasih udah mau bareng..hehe’ Ah lagi – lagi sebaris pesan manis darimu.
                ‘Kembali kasih, mas…’
                ‘Kau cantik hari ini ;)’
                ‘Masa sih mas? Enggak ah :S’
                ‘Menurutku iya kok :)’
                Raditya-san… Agaknya aku harus berterimakasih pada-Nya… Karena Ia menganugerahkan kau padaku. Seorang mood booster, musuh yang menyebalkan, sahabat yang mengasyikkan, pengingat dikala aku salah, seorang kakak, seorang lelaki yang terkadang bertindak bagai pacar, spiderman dalam hidupku, yang terkadang bisa menjadi seorang ayah bagiku. Dan itu semua ada dalam satu paket. Yaitu kau, Raditya…
Oktober 2012

Selasa, 23 Oktober 2012

Matematika Bisa Unyu :3


Kemarin Kamis tanggal 4, aku mendapat materi bab baru yaitu Peluang atau Probabilitas. Dan yang pertama kali kita pelajari adalah Kaidah Pencacahan, diantaranya ada Aturan Pengisian Tempat, Permutasi, dan Kombinasi.
Tapi, hari itu, kita belajar aturan pengisian tempat dulu. Ada berbagai metode, misalnya dengan Diagram Pohon, Tabel Silang, dan Pasangan Berurutan. Nah selanjutnya aku mau ngutip dari catetanku nih! Begini bunyinya…

Misal tersedia n buah tempat dengan k1 adalah banyak cara mengisi tempat pertama, k2 adalah banyak cara mengisi tempat kedua, dan seterusnya sampai kn yang merupakan banyak cara untuk mengisi tempat ke-n. Maka, banyak cara untuk mengisi n tempat yang tersedia secara keseluruhan adalah:
k1 x k2 x k3 x k4 x…xkn
Contoh soal: *nah ini nih yang bikin unyu :3 dan ngakak selama sejam pelajaran*
Seseorang bernama Rifai (bukan nama sebenarnya) mempunyai 3 celana berwarna pink, hijau pupus, dan biru laut; mempunyai 2 kaos berwarna kuning, dan ungu; mempunyai 3 sepatu berwarna kuning emas, silver, dan oranye; mempunyai 2 bando putih dan merah kembang – kembang; mempunyai 3 rok mini berwarna lorek macan, polkadot pelangi, dan lorek hitam; mempunyai 2 kacamata yang satu tanpa lensa dan kacamata kuda; mempunyai 4 pita cokelat, hitam, ungu dan jambon; dan 2 payung cantik biru doraemon dan dora. Berapa banyak cara Rifai memakai celana, kaos, sepatu, bando, rok mini, kacamata, pita, dan payung berganti – ganti dan bergaya di perempatan?
Jawab: 3 x 2 x 3 x 2 x 3 x 2 x 4 x 2= 1728

*lo bayangin, di kelas gue kebetulan ada yang namanya Rifai! Dan otomatis kita langsung ngebayangin dia begitu… Sementara dia sok – sokan bergaya cucook boo’ macam gitu… Gimana gue dan kelas tercinta gue gak ngakak? -_- Bu Nur emang bisaa aja :3 Dan ternyata Matematika bisa unyu dan bikin ngakak juga yaa :3*

By the way, gue mau nitip #octoberwish nih :)
#OctoberWish
·        MID Semester 1 ini sebangku sama yang udah kenal, atau sebangku sama anak yang ramah dan enak diajak ngobrol *biar ga boring gitu*
·        MID Semester 1 ini bisa menunjukkan kalau aku bisa lagi berada di posisi peringkat satu pararel lagi atau seenggaknya dua deh hehe :3
·        Allah memberikan kemudahan tiada tara buatku ngerjain MID Semester…
·        Allah memberiku kemudahan buat nyelesain BAB 2 dari karya tulis ilmiahku :3
·        Allah memberikan kekuatan dan kesembuhan pada teman curhatku tercinta Anindwitya Rizqi Monica yang habis kecelakaan :’)
·        Allah memberiku senyuman untuk menghadapi semua cobaan :’)
·        Adek – adek kelas X peleton cowok calon tonti Kartika 2012 nggak pada molor yang bayar seragamnyaa :3 #maksa
·        Semoga di tanggal keramat—tanggal dua belas—nggak ada lagi galau – galau dan bulir air mata yang menetes :D
·        Peleton Inti KARTIKA SMA Negeri 7 Yogyakarta semakin jaya!
·        Gladhi Tangguh Jurnalistik Majalah BRATA cepetan kelar dengan mulus dan lancar :)
·        Semoga kelas XI IPA 3 a.k.a Palu semakin kompak dan semakin jaya! *ayo buktikan bahwa kita kelas super seperti kata mereka :3*
·        Semoga kau yang disana tak lagi membuatku terpaksa menjatuhkan air mata lagi :’)
·        Semoga Seveners’013 bisa selalu mencapai apa yang dicita – citakan :)
·        Semoga Seveners’014 bisa mencapai prestasi yang lebiih dan lebiih tinggi lagi :)
·        Semoga Seveners’015 bisa semakin dewasa, memahami bagaimana dunia SMA, dan tidak terlalu rese pada banyak hal :)
·        Allah senantiasa melimpahkan rizqi dan karunia-Nya padaku :3 #amiin amiin

Yeah this is my #OctoberWish or maybe Wishes ya? Banyak banget soalnya harapannya :p

Senin, 22 Oktober 2012

Sadar atau Tidak...

 
            Siang yang gamang, tiba – tiba aku menyadari sesuatu. Waktu kita tak banyak. Hanya beberapa bulan, dan kau kan melepas putih-abumu. Sementara aku masih disini, dengan seragam melekat di tubuhku, dan bangku sekolah dibawahku. Keramik tempatku berpijak masih sama, sementara kau mungkin lebih banyak berpijak di jalanan, berpindah – pindah mengikuti mata kuliah satu dan yang lainnya…

            Sadar atau tidak, masa kita kan berlalu. Kau akan benar – benar pergi dariku. Haruskah aku bahagia? Atau bersedih? Aku bisa melupakan semua tentangmu, tentang kita dulu… Target ‘move on’ yang kubuat juga akan lebih mudah kucapai tanpa kau ada di sekitarku…

            Namun, sudut hatiku berkata aku akan sangat kehilanganmu. Kehilangan senyum simpul jahilmu yang biasanya kau berikan untukku. Kehilangan lemparan pandangan dan lirikan sembunyi – sembunyi dari kejauhan. Kehilangan sebaris sorakan ‘cie cie’ dari kawan – kawan… Waktumu hanya akan berlalu tanpaku. Aku yakin itu…

            Sebentar lagi, kau sudah menjadi seorang mahasiswa. Sementara aku? Masih menyandang predikat siswa. Aku tak yakin bahwa di luar sana kau kan menjaga hatimu—seperti yang selalu kau katakan padaku. Sebaliknya, aku merasa kau mungkin akan menemukan rasa yang baru disana…

            Aku hanya mampu membayangkan, bagaimana kelak jika aku merindukanmu? Kini, aku masih bisa melihat senyummu dari kejauhan. Aku masih bisa mendengar tawa dan suaramu saat kau bergurau dengan kawan – kawanmu. Dan kini, setidaknya aku masih bisa melihat punggungmu yang membelakangiku. Namun bagaimana jika kau sudah tak disini? Hah! Mungkin, aku hanya akan menatap nanar ke tempat – tempat yang menorehkan memori manis tentang kita. Aku hanya akan menyimpan sejuta rasa ini di hatiku sendiri, tanpa kubagi dengan siapa pun!

            Sadar atau tidak… Aku harus belajar melepasmu. Aku harus belajar untuk tidak tergantung padamu. Aku harus belajar untuk mampu merelakanmu. Aku harus mampu menahan semua rasa rinduku yang kadang sulit terbendung. Aku harus belajar untuk mengikhlaskanmu. Aku harus belajar untuk berhenti cemburu saat kau bersama seorang yang lain.

            Toh, jikalau kelak kita harus bersama… Jalan cinta kan pertemukan kita. Tuhan kan menautkan kita dalam asa dan rasa yang sama… Tuhan kan buatkan jalan tuk pertemukan kita, menyatukan kita, membuat kita tak terpisahkan, sekeras apa pun orang – orang berusaha… Cerita kita kan temukan jalannya sendiri. Jika memang aku tulang rusukmu… Jika memang Tuhan menciptakan kau sebagai pasanganku. Jika memang Tuhan memilihmu menjadi pendampingku…

Sadar atau tidak…
Yang perlu kulakukan…
Hanya belajar melepaskan, belajar merelakan…

PS: Radit-san, aku tetap berharap bahwa kau lah masa depanku…

Kamis, 04 Oktober 2012

Introspeksi!


            Hari ini, entah kenapa, gue mau me-review segala tentang kehidupan gue. Terutama semenjak gue masuk disini, di masa putih abu – abu yang tak hanya berwarna putih, hitam, atau abu – abu aja! Gue mau ngeliat sejak awal gue masuk sini. Gue cuma seorang anak cupu, sok kalem dan minder yang pada akhirnya mencoba berani sewaktu MOS. Dan waktu MOS itu, gue gak sengaja ketemu seorang kakak kelas yang pernah jadi kakak kelas gue di jaman bahula dulu.
            Selanjutnya, gue hidup bahagia sebagai anak baru SMA. Satu hal paling berkesan dan mengena adalah GTB alias Gladhi Taruna Bhakti. Semacam ajang buat pelatihan baris berbaris dan akhirnya pemilihan tonti, dan pelatihan buat numbuhin jiwa kepemimpinan. Meskipun banyak tatib yang sadis gilak, gue cinta acara ini! Demi apa, gue suka banget! Acara ini yang masih nancep di otak gue. Dan pada akhirnya gue kepilih tonti. Seneng banget, bo! Karena apa? Gue punya dendam sama Lomba PPI Kota Yogyakarta! Huhu…
            Sewaktu gue latian, ada kakak kelas gue itu, yang sebut aja Radit (bukan nama sebenarnya) yang selalu ada dan ngeliatin pleton gue. Dia gak segan – segan buat ngomongin apapun kesalahan gue. Guenya jadi suka salting sendiri. Ciee banget yaa? Haha. Basi! Dan mulai dari sinyal suka – sukaan geje yang gak sengaja gue kirim, akhirnya kita deket deh. Wtw-an, smsan, nganter pulang, ngobrol berdua, makan bareng, dan sebagainya. Jalan ke Vredeburg, nganter lomba tonti, dllsb.
            Lama – lama, ternyata kita saling suka. Yaudah jadian deh. Simple kan? Oh iya. Selama itu, gue hampir ikut OSIS tapi batal gara – gara guenya males banget. Gue juga daftar jadi Kru Kaca, rubrik di sebuah koran lokal yang buka kesempatan buat kita jadi jurnalis gitulah. Tapi gue gagal. Gapapa deh, dia juga nyemangatin gue terus. Gue juga jadi koordinator sie Lomba Wibhakta Science Competition, dan gue juga jadi pembuat soal matematikanya. Kenapa? Karena, matematika adalah cinta sejati gue! Titik! Gue juga akhirnya jadi reporter di majalah sekolah, BRATA. Dan mengharukan banget ketika artikel gue dan cerpen gue terpampang di majalah sekolah. Hobi nulis gue tersalurkan dengan sempurna!
            Tapi, lo tau kan? Cinta itu kayak layangan! Gampang putusnya, man! Dan begitulah gue. Karena ada sesuatu hal yang udah males banget gue singgung – singgung lagi, gue sama Radit putus. Dan yaudah, no contact. Sekalinya smsan malah nyolot, kasar, atos, marah – marah gajelas yang bikin gue capek. Akhirnya gue cari pelampiasan…
            Dan pelampiasan gue adalah sebuah event berjudul Duta Seni Pelajar 2012. Gue latihan duta seni selama 3,5 bulan secara gila – gilaan. Latian yang menyita, yang bikin gue beberapa kali izin pulang lebih awal, dan lain sebagainya yang sangat menyita waktu gue. Otomatis, no time to galau lah ya… Dan disana gue juga ketemu banyak temen baru yang asik – asik. Radit? Ah! Hampir ga inget gue sama dia! Lo tau? Saking ini acara ketat banget latiannya, gue nyampe ninggal pulang guru yang mau ngasih susulan ulangan umum Fisika, dan well alhasil nilai rapor Fisika gue CUMA 78! Padahal gue yakin bisa dapat 80 cyin!
            Masa – masa recovery dari patah hati habis putus itu gue gila – gilanya berkegiatan. Gue pulang sore terus, dan gue lupa belajar. Gue juga ikutan lomba esai bahasa Indonesia di SMA N 8 Yogyakarta, padahal disana ada someone yang dulu sempat ada something sama gue tapi udah ga penting dibahas sekarang. Pokoknya gue kayak anak ilang gitu disana! Anjrit banget gak sih? Alhamdulillah gue dapet juara 3. Ya lumayanlah, ternyata rasa kayak anak ilang gue terbayar dengan juara 3 itu.
            Di suatu upacara di hari Senin, saat gue tugas, dan Bu Muslimah di samping gue. Nama gue diumumin sebagai satu – satunya dari sekian banyak anak dari SMAN 7 Yogyakarta yang ikut Olimpiade Sains tingkat Kota bidang Matematika yang lolos ke tingkat Provinsi. Lo tau rasanya gimana? Gue seneng banget! Dalam hati, gue berpikir “Hey Radit! Nyesel kan lo mutus gue? Gue tetep bisa berprestasi, bahkan lebih baik tanpa lo! Liat nih!”
            Dan ternyata, gue SALAH besar! Gue bodoh. Gara – gara olimpiade Matematika itu, gue susulan ULANGAN KENAIKAN KELAS sebanyak 12 MATA PELAJARAN. Lo bisa bayangin betapa down-nya gue kan? Please tolong banget ya Allah! Mana waktu gue olimpiade yang tingkat provinsi tu gue bener – bener pah poh, ga ngerti apa – apa, dan gue merasa salah gaul banget karena udah lolos ke tingkat Provinsi!
            Lo tau apa yang terjadi selanjutnya? Nilai semester dua gue terjun bebas! Dari MID semester satu yang rangking 1 pararel, Semester satu yang rangking 2 pararel, MID Semester dua yang rangking 1 pararel… Jadi rangking 6 PARAREL! Gue shock, down, dan merasa ini adalah akhir dari hidup gue! Gue ngerasa habis banget. Rasanya gak ada lagi sesuatu dalam diri gue yang bisa gue banggain. Gue nangis sejadi – jadinya! Gue nyesel, gue terlalu sering jumawa! Dan ini pertama kalinya, gue merasa jadi seseorang yang gak berguna…
            Ngeliat masa lalu gue yang keliatan banget kayak jaman jahiliyah, gue bertekad buat introspeksi! Di kelas XI IPA 3 ini, gue gak bakal nyia – nyiain hidup gue lagi. Gue banyak belajar merendah dari kehidupan gue yang gak jelas juntrungnya ini. Gue bertekad buat balas dendam! Pokoknya, apapun yang terjadi, gue akan jadi miss rangking pararel lagi! Gue akan bangun dari mimpi buruk ini, dan menjalani kenyataan gue yang lebih indah… Pasti.