Sabtu, 28 Juli 2012

Jadi Wanita Itu….


Jadi WANITA itu… Susah susah gampang J
Wanita itu misterius, simple, dan jika kita membahas tentang wanita ideal tak kan pernah habis…

Seorang wanita itu identik dengan kata “lemah”
Tapi tidak juga! Lihat sekitar kita! Dewasa ini banyak wanita kuat yang banting tulang menghidupi keluarga. Banyak wanita kuat yang mampu memikul tanggung jawab seorang laki – laki. Banyak wanita kuat yang bisa bertahan hidup sendiri tanpa seorang laki – laki disampingnya. Banyak wanita kuat yang mampu menjadi seorang ibu, figur seorang ayah, pencari nafkah, figur seorang sahabat sekaligus…

Seorang wanita itu identik dengan air mata
Memang, wanita tak jarang menitikkan air mata. Dan itu sering disalahartikan laki – laki sebagai jurus pamungkas, jurus andalan wanita dalam meminta belas kasihan lelaki. Tapi, salah! Air mata ini hanya akan keluar apabila wanita sudah benar – benar tak mampu berusaha kuat, apabila wanita sudah tak mampu mengeluarkan jurus apapun, apabila wanita benar – benar tergores hatinya.

Seorang wanita, jika dilihat sepintas nampak seperti sosok yang membutuhkan laki – laki
Namun, tidak juga. Bahkan, kata ustadz Fadli yang kemarin mengisi ceramah di acara pesantren kilat di Darus Sholikhat, Yogyakarta, “Hawa berlarian mencari Adam, bukan karena Hawa membutuhkan Adam. Namun, karena Hawa khawatir karena Adam tak bisa hidup tanpa Hawa.” Jelas bukan bahwa laki – laki yang lebih butuh wanita?

Seorang wanita membutuhkan perlindungan
Memang benar. Karena wanita itu sosok yang rawan. Wanita itu rawan dari tangan jahil karena keindahannya. Bahkan, terdapat hadist yang menyatakan bahwa wanita itu layaknya perhiasan “Ad dunya mata’ wa khoiru mata’ iha al mar’atu as shalikha” yang artinya “Dunia adalah perhiasan, dan sebaik – baik perhiasan adalah wanita sholehah.” Jelas bukan, bahwa wanita yang digambarkan bagai suatu perhiasan butuh perlindungan? Dan perlindungan itu adalah tugas laki – laki J

Seorang wanita harus menjaga kehormatannya
Wanita yang menjaga kehormatannya, harga dirinya, dan tiap – tiap lubangnya adalah wanita yang sempurna—menurut pahamku. Karena apa? Karena wanita yang mampu menjaga kehormatannya ibarat mutiara yang dipajang disebuah etalase, yang tidak bisa dijamah sebelum dibeli dan butuh perjuangan keras untuk mendapatkannya, sementara wanita yang tidak mampu menjaga kehormatannya ibarat pisang goreng yang bisa dicolek – colek seenaknya, yang murah harganya.

Sementara, menjadi wanita seperti yang sudah kuuraikan itu agaknya cukup sulit juga. Itu semua adalah idaman semua wanita.
Aku juga ingin begitu. Menjadi wanita berharga yang untuk memilikinya membutuhkan perjuangan yang keras, wanita yang terjaga kehormatannya, wanita yang terjaga harga dirinya, wanita yang terjaga tiap – tiap lubangnya, wanita yang kuat, wanita yang lembut dan peka hatinya, wanita yang dilindungi seutuhnya, wanita yang kelak kan dijanjikan surga-Nya…
Wanita yang halus… Yang menjadi perhiasan dunia… Yang tutur – tingkah – budi bahasanya halus dan lembut. Wanita yang berpegang pada agama, dan mengamalkan falsafah Jawa dalam hidupnya…
Wanita somahan, wanita yang narima ing pandum, wanita yang bisa rumangsa, wanita yang dhuwur wekasane karena wani ngalah, wanita yang pandangannya luruh dan teduh namun tetap bersinar cemerlang, wanita yang dari wajahnya terpancar kecerdasan, wanita yang mampu mendongak dan menunduk disaat yang tepat…
Alangkah bahagianya jika aku bisa menjadi wanita seperti itu…
Alangkah bahagianya jika kita bisa menjadi wanita seperti itu…
Alangkah bahagianya orang tua yang putrinya seperti itu…
Betapa wanita seperti itu menjadi idaman, meski tidak cantik, tidak kurus, tidak tinggi, tidak langsing casing luarnya….

Namun, vision without action is a day dream…
Ya! Jika kita hanya berangan, tanpa mau merubahnya, selamanya angan itu tetaplah angan, tetaplah mimpi…
Selamanya kita hanya bermimpi…
Bicara memang mudah, menulis seperti ini juga tak kalah mudahnya…
Namun, aku juga ingin berusaha menjadi wanita seperti itu…
Oleh karena itu, jangan hanya bermimpi!
Bersama, ayo berusaha menjadi wanita sejati J

Bolehkah Aku Bicara?


Bolehkah aku bicara?
Tentang sebuah rasa dan cerita
Tentang sebuah kisah penuh bahagia
Namun juga penuh derita

Ceritera ini tentang aku, tentang hidupku… Anak polos yang tak tahu apa – apa. Anak muda belia yang baru menginjak fase remaja…
Aku memiliki sepotong hati yang belum basi. Belum tercekoki berbagai lika – liku kehidupan yang lurus atau miring. Aku masih belajar tentang semua hal… Aku belum pintar!
Baru kududuki bangku putih abu, sudah kusuguhkan potongan ini pada seseorang. Yang ku yakini akan menjaga sepotong hatiku sebaik mungkin. Yang ku yakini—dari tatapan matanya—akan menjagaku selamanya…
Aku takut! Di masa yang baru ini, aku takut tangan – tangan jahil mengusik pahatan hatiku yang masih indah dan murni. Namun, kurasa aku telah salah alamat lagi…
Selang waktu berlalu… Semua janji tlah menjadi basi.
Hingga sepotong hatiku, berhasil diracuni, dilukai, diiris dengan belati!
Saat itu, aku hanya bisa menangis meratapi sepotong hatiku yang telah tercabik. Aku hanya merasakan perihnya luka kecewa yang menganga… Aku hanya mampu berbicara “Duh Gusti… Apa salahku ini?”

Dan kini… Aku menuai pahitnya racun itu…
Segala yang aku punya hancur berantakan, segala upaya meningkatkan prestasi akademik yang telah kususun dengan susah payah *poof* hilang begitu saja…
Entah ini karena dia, atau karena kesalahanku sendiri. Namun, kurasa ini semua salahku… Seharusnya, aku masih bisa membagi pikiranku!

Aku bodoh! Bodoh karena aku merasa aku pintar. Bodoh karena aku merasa aku mampu. Bodoh karena aku merasa aku multitalenta. Aku rumangsa bisa, bukan bisaa rumangsa. Seharusnya aku bisa ngrumangsani—menyadari, bukan rumangsa bisa—merasa bisa. Aku menyalahi falsafah Jawa yang seharinya—seharusnya—kugunakan.
Aku bodoh! Bodoh karena menganggap aku bisa menjalani semuanya bebarengan. Aku bodoh karena aku egois, tak berani mengalah. Padahal aku tahu, wani ngalah dhuwur wekasane—orang yang berani mengalah akan tinggi derajatnya. Lagi – lagi aku menyimpang dari falsafah Jawa yang selalu disenandungkan Ibuku tiap hari.
Aku bodoh! Karena aeng—berbeda, yang kulakoni adalah aeng yang waton—berbeda yang asal – asalan. Aku penakut! Aku tak bisa menangkap peluang baik. Yang kutangkap justru peluang buruk, yang semakin membuatku merasa rumangsa bisa dan itu menjatuhkanku sekarang.

Namun…
Dengan segurat catatan kecil ini, aku mampu menengok dalam diri.
Aku mampu intospeksi, bahwa selama ini aku yang salah…
Aku tak mampu menjadi prototipe wanita somahan yang narima ing pandum namun tetap yang teguh berprinsip dan ulet dalam mengejar cita.
Aku hanya remaja labil, yang rumangsa bisa dan belum berpengalaman, namun sudah kemaki atau mungkin kemayu sudah membanggakan diri, meskipun belum ada satu hal pun yang—sebenarnya—belum bisa kubanggakan.
Aku belum bisa mendongak dan menunduk dalam tempo yang tepat…

Pun dalam cinta. Aku berlagak bisa. Aku menatap nyalang dan seolah menunjukkan akulah yang paling bisa.
Namun, semua tetap tak bisa berdusta… Gusti Allah memang Maha Tahu, bahwa ini lah aku—seorang gadis kecil yang labil dan belum berpengalaman…
Hingga manakala aku terjebak kisah yang indah di awal dan amat sangat menyakitkan di akhir, Gusti Allah seperti ngelehke—menunjukkan padaku bahwa ini lah aku—remaja yang belum berpengalaman…

Hingga kini, aku bertekad…
Kelas 11 dan 12, dua tahun terakhirku duduk di bangku putih abu, takkan kusiakan begitu saja…
Aku akan merebut kembali, apa yang seharusnya menjadi kebahagiaanku…
Akan kubangun lagi upaya dalam meningkatkan prestasi akademikku, dengan cara mengingat kata seorang kakak sepupu yang diulang oleh ibu:
Nduk, cinta itu jangan dicari… Ia akan datang sendiri, saat kamu telah mencapai masanya nanti. Belajarlah dulu, sekolah dulu yang pinter, kuliah dulu yang bener, cari kerja yang bener, lalu sukseslah. Nanti cinta yang akan menghampirimu… Kalo kamu pinter, nanti cinta akan datang sendiri. Jangan dicari ya, Nak…”

Dan ketika aku diperbolehkan bicara…
Inilah yang hendak kukatakan…
Bahwa betapa tahun pertamaku di SMA…
Memberikanku sebuah pelajaran dan pengalaman berharga…
Mengajarkan tentang kebanggaan, kekecewaan, tawa, dan air mata…
Tentang cinta, kehidupan, dan perjuangan…

Ramadhan Telah Tiba :D


Holaa! :D
Jumpa lagi dengan sayaa :D hehehe
Gak kerasa yaa aku udah ketemu sama Ramadhan lagii :) Alhamdulillah yaa sesuatuu :3
Dulu, awal Ramadhan gini aku dag dig dug der bangeet, soalnya pas lagi deket sama someone :)
Tapi, awal Ramadhan sekarang, aku juga dag dig dug, soalnyaa aku masih penasaran, kira – kira gimana yaa pelajaran kelas 11 IPA :D hehe

Tahun lalu, aku lagi deket sama someone… Tapi, tahun ini aku lg deket sama banyak orang :)
Ya! Mereka lah sahabat – sahabatku, keluargaku, teman – teman baruku, teman – teman baikku, kakakku, dan adek – adekku :D
Rasanya jauh lebih nyaman, dan jauh lebih bebas :) Yah, Gusti Allah sudah memilihkan jalan terbaik untukku :D

Ramadhan telah tiba… Resolusiku buat Ramadhan kali ini adalah aku harus bisa beribadah lebih rajin lagi :) Amiiin :D
Ramadhan telah tiba… Aku ingin berterimakasih banyak kepada orang – orang yang sudah menemaniku selama ini :) Membuatku tersenyum maupun menangis… Terimakasih banyak kepada orang – orang yang sudah memberikanku banyaaaaakkk sekali pengalaman…
Dan untuk orang – orang yang setidaknya pernah mengunjungi blog milikku yang sederhana ini…
Ramadhan telah tiba… Aku benar – benar ingin meminta maaf apabila selama ini banyaak sekali kata – kata, tatapan mata *wuusshh*, tingkah laku, dan apa pun yang tidak mengenakkan bagi siapapun… Aku minta maaf :’)
Terutama untuk korban cyber bullying-ku, maaf bangeet yaa… Untuk semuanyaa maafkan akuu yaa :’)
Memang, aku orang yang atos, kalo ngomong suka menyakitkan hatii, suka makjleebb…
Jadi, aku minta maaf yang sebesar – besarnya :)
Maaf, sumimasen, gomen nasai, mianhaeyo, nyuwun pangapunten, :D
Selamat Berpuasa :D

Jumat, 13 Juli 2012

Duta Seni Pelajar 2012 \(^ω^\)


Holaa everyone! :D
Now, I would like to tell you ‘bout something special in my life called “Duta Seni Pelajar 2012”
Apasih duta seni pelajar 2012 ituu?
Intinya, DSP itu adalah sarana pelajar dari 8 provinsi se-Jawa, Bali, dan Lampung untuk unjuk kebolehan, berkreasi, dan berinovasi di bidang seni dan budaya… Dan Alhamdulillah, aku kembali dipercaya menjadi bagian dari kegiatan ini, setelah tahun 2010 aku mengikutinya di Surakarta, Jawa Tengah..
Ini adalah kegiatan yang latihannya sangat menyita waktuku… Selama 3 bulan aku dan teman – temanku bersusah payah latihan demi menampilkan sebuah drama tari berjudul “Sang Krishna” untuk kegiatan Gelar Duta Seni Pelajar 2012 ini—yang pada kesempatan kali ini Jogja sebagai tuan rumah…
Nah, sekarang aku akan menceritakan sedikit tentang kegiatanku dan kontingen DI Yogyakarta di perhelatan tersebut…

Hari pertama—10 Juli 2012—kami menginjakkan kaki di Royal Ambarrukmo Hotel, ternyata beberapa kontingen sudah berkumpul di pendopo. Ada sedikit rasa malu siih, masa tuan rumah dateng telat? Tapi ya bukan salah kita, karena kita udah ontime kumpul di dinas pendidikan pemuda dan olahraga DIY.
Setelah makan, dan pamer – pamer secuil yel – yel dari keseluruhan yel yang puanjaaaangg, teman – teman kami dari daerah lain sudah dapat kamar.. Tapi, Jogja sama sekali belum dapat kamar. Yaah, tuan rumah harus ngalaah J hehehe. Sampai pukul 15.00 kami belum dapat kamar, sehingga kami mengikuti acara pengkondisian peserta dengan tas dan koper yang masih tertumpuk di sisi timur pendopo…
Di acara ini, aku sekelompok dengan teman – teman dari berbagai daerah. Dan aku juga mendapat teman – teman baru dari Jawa Timur diantaranya Isti, Aisyah, Yuli, dll.. Mereka ramah dan cepat akrab dengan kami. Setelah acara tersebut selesai pada pukul 17.00, barulah kami mendapat kamar. Tapi, kami belum bisa bersantai di kamar karena harus cepat – cepat mandi dan bersiap untuk acara pembukaan di kolam renang Royal Ambarrukmo Hotel.
Pembukaan kali ini cukup meriah karena dihibur oleh kelompok tari Pragina Gong yang pernah menjadi runner up di Indonesia Got Talent yang disiarkan di Indosiar dengan Tari Asmaradana-nya, ada juga vokal yang indah dari SMM, aransemen dan vokal memukau dari grup karawitan anak – anak SMKI, dan tari Dhingklik Sindhen yang indah, lucu, dan sangat menghibur. Setiap kontingen juga wajib menampilkan yel – yelnya… Begitupun Yogyaarta dengan “Kami Duta Seni Pelajar Yogyakarta siap beraksi! Yogyakarta yes yes yes! Yogyakarta memang istimewa!” dan seterusnya… Seusai pembukaan, kami harus segera tidur, mengingat besok harus bangun pukul 03.30 pagi…

11 Juli 2012 pagi—sangat pagi tepatnya—kami harus mandi dan bersiap – siap menuju panggung terbuka Ramayana prambanan untuk blocking dan gladhi bersih untuk persiapan pentas malam harinya… Setelah menunggu berjam – jam, akhirnya DIY mendapat urutan terakhir, yaa maklumlah tuan rumah… Setelah blocking dan lain – lain, kami semua kembali ke hotel untuk mandi dan rias-busana untuk pentas malam harinya.
Dalam pementasan Sang Krishna ini, aku mendapat peran sebagai putri taman.. Sendratari “Sang Krishna” ini diadaptasi dari relief candi Wishnu, dan menceritakan tentang kepahlawanan Krishna memberantas Kamsa. Kamsa adalah raja jahat dan serakah yang selalu ingin menangkap Krishna yang sejak sebelum lahir memang telah ditakdirkan dewata untuk membunuh Kamsa. Sejak lahir, Krishna sudah diungsikan dari kerajaan Mathura untuk melindunginya dari Kamsa. Lalu ketika masa anak – anak, Krishna sudah menunjukkan sifat ksatria dan keberaniannya dengan membunuh raksasa utusan Kamsa yang mengganggu teman – temannya yang sedang menggembala. Krishna pun bertapa untuk mendapat kesaktian dan anugerah berupa senjata cakra. Pertarungan pun tak dapat dihindari saat sayembara adu jago yang dilaksanakan Kamsa merupakan salah satu taktik untuk membunuh Krishna. Namun, Krishna adalah satria titisan Dewa Wishnu dengan senjata Cakra yang sakti, sehingga Krishna pun dapat memberantas kejahatan Kamsa.
Serupa DIY dengan Sang Krishna, ada Lampung dengan Mulei Mutil Kupi—yang menceritakan tentang kebiasaan masyarakat Lampung dalam memetik kopi, DKI Jakarta dengan Si Pitung, Banten dengan Jayapati—yang menceritakan penderitaan rakyat Banten atas kesewenangan Daendels saat pembangunan jalan anyer panarukan, Jawa Barat dengan tari Jaipongan Bajidor Kahot dan Mojang Priangan, Jawa Tengah dengan Lentera Jawa—sebuah garapan dari kesenian tradhisi Dolalak, Jawa Timur dengan Aeng Sa Cap Cap—kisah kedurhakaan anak pada orang tuanya dan dikutuk hingga jelek wajahnya, dan obatnya hanyalah bertobat dan menyucikan kaki orang tuanya; dan juga Bali dengan Semaya Manguraja—yang bercerita tentang Raja Mengwi (Cokorda Sakti Blambangan) yang ingin memperluas wilayahnya sampai ke daerah Buduk yang dikuasai I Gusti Agung Arya atau yang dikenal dengan Pasek Badak, akhirnya terjadi pertempuran diantara keduanya, dan mengalahlah Pasek Badak dengan syarat harus disembah dengan catur warna paperasan. Pasek Badak pun dibunuh dengan keris Ki Naga Keras, dan Raja Mengwi pun memenuhi janjinya.
Diakhiri dengan fireworks, usai sudah pergelaran malam ini. Semua kontingen pun pulang sekitar pukul 23.30 dan setelah bersih – bersih, aku baru bisa tidur sekitar pukul 01.30 di kamar 306 dengan mbak Riska dan mbak Febri.

12 Juli 2012—hari ketiga di Duta Seni Pelajar—kami bangun pagi dan sarapan pukul 07.00, dan pukul 07.30 dimulailah seminar yang bertemakan “Dengan Seni Menyenangkan dan Mencerdaskan” dengan 2 pembicara—Bp. Setiawan Eka Ramanta, seorang standup comedian yang lebih dikenal dengan Setiawan Tiada Tara, dan Bp. Susilo yang lebih dikenal dengan Den Baguse Ngarso. Setelah itu wisata budaya ke Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, dan mampir sebentar ke rektorat UNY baru meneruskan langkah ke Prambanan untuk outbond dan wisata disana. Saat outbond aku mendapat banyak teman baru yang langsung cepat akrab dari daerah lain. Dan yang agak mencengangkan, ada satu anak dari Bali namanya Ni Made Mia yang jauh lebih besar dan tinggi dari aku padahal dia kelas 3 SMP dan aku kelas 2 SMA *makjleeebb bangeeetttt* #deritaorangpendek hiks.
Selesai outbond dan wisata di Prambanan, kami kembali ke hotel dan bersiap ke UIN Sunan Kalijaga untuk penutupan disana. Setelah makan, kami masuk ke dalam gedung dan mengikuti acara tersebut. Acara kali ini ditutup oleh band kenamaan Sheila On Seven yang menyanyikan 11 lagu :D Lagu yang paling semangat aku nyanyiin tuh yang Betapa *soalnya berasa curhat #eh* hahahaha… Malem ini rasanya puas banget, bisa liat Sheila, pas tepat di depan panggung tanpa ada penghalang, bisa jingkrak – jingkrak sepuasnya *meskipun pake wedges*, bisa ketawa ketiwi sama kontingen lain, ngobrol seolah kita semua adalah teman akrab, dan oh iya makasih banget untuk satu cowok kontingen Banten yang aku gatau namanya yang mempersilakan aku maju sehingga aku jadi di depan sendiri.
Sepulang dari sana, udah malem banget. Sekitar jam 12an, kami kumpul di kamar 326, kamarnya mbak Juni (penata tarinya) dan kita ada rencana mau ngerjain mbak Dian yang ultah pada tanggal 13 Juli. Pukul 12 lewat dikit, kami semua menyerbu kamar 607, yaitu kamar target kita. Cowok – cowoknya meganging mbak Dian, yang cewek ngiket mbak Dian, terus mbak Dian digotong ke kursi dan pada akhirnya dibedaki, di lipstickin, dllsb sampe belepotan dan pada akhirnyaa diguyur di kamar mandi yang airnya udah dibikin agak hangat sama Tasya. Setelah itu, aku main ke kamar Tasya, Mb Dwinda, sama Upik..
Tapi, delivery order kita belum nyampe dan akhirnya, aku, Tasya, Mb Dila disuruh nunggu di kamar 337 yaitu kamarnya Jordan, Rangga, sm mas Yudha. Disana cowok – cowok sinting itu ditambah mas Miko sama Lio pada njathil, dan mereka mengistilahkannya sebagai pentas malam terakhir. Bisa dibayangin betapa gilanya mereka. Mereka salto – salto nyampe lampu kamar miring, sandal hotel dijadiin kepala barong yang bisa megap – megap, selimut hotel dibikin buat barong, terus Rangga, Lio, sama Jordan ceritanya ndadi dan belingnya diganti sama kacang. Alhasil, aku, Tasya, sama mbak Dila cuma ketawa – ketawa nggak jelas sampe order kita dateng… Dan malam itu, aku, mb Dwinda, Tasya, dan Upik makan – makan bareng di kamar 339 J

Last day a.k.a hari terakhir, 13 Juli 2012, pagi kami sarapan bersama lalu acara bebas. Ada yang jalan – jalan, ada juga yang nyari gebetan dari daerah lain. Aku cuma muter – muter geje, dari kamarnya mb Aya, ke kamarnya mb Dian, terus ke kamarnya Trisna sama Nissa, turun bareng sama Nissa and Trisna ke kamarnya mb Dwinda dan ternyata disana ada mb Dwinda, Tasya, Upik, Ginanjar, Lio, mas Anang, sama Panggung. Yaah ngobrol bentar, numpang tiduran, liat tv, terus balik ke kamar. Akhirnya jam 10 kami checkout, dan aku, Erwan—adek kandungku, dan Arfin pulang bareng naek taksi dari Royal Ambarrukmo Hotel sampe depan rumah sekitar jam 11an..

Yaah, itulah yang kulakukan saat duta seni kemarin. Anggap saja ini salah satu bagian dari liburanku… Hehe… At least, aku pengen banget berterimakasih kepada semua teman satu kontingen Daerah Istimewa Yogyakarta, atas semua kerjasama manis yang membuahkan kenangan indah ini… Terimakasih sudah mewarnai hariku, dan memberikanku senyuman… Dan mohon maaf atas salah – salah kata selama ini J I love you all :D

  1. Mbak Arjuni Prasetyorini (Mbak Juni) as koreografer.
  2. Mas Herida Damarwulan (Mas Damar) as koreografer.
  3. Mas Bayu Purnama (Mas Papang) as music composer.
  4. Mr. Tri Irianto as koreografer.
  5. Pak Kirno as artistic arranger.
  6. Pak Wawan as lighting arranger.
  7. Mas Fuad, Bunda Ayu, mas Dicky, mas Pulung, dll as costume and makeup artist.
  8. Mbak Dwinda Tanaya, teman penari sekaligus teman curhat dan menggila, nggosip #ups haha
  9. Mbak Assabti Nur a.k.a Upik, teman penari, curhat, nggosip, dan teman untuk menggila J
  10. Oktasya K Wardani, teman penari, menggila, menggosip, dan sebagainya :D
  11. Candrika Nirajani Averdawati, teman penari, menggosip, curhat, target utk di-bully :DD
  12. Trisna Ferani, teman penari yang jatuh dari kasur pas di hotel :p haha
  13. Annissa Prahastiwi, teman penari yang rumpik sekali, cerewet, lebaayy, dllsb :D
  14. Mbak Ira Nursusanti, teman penari yang kalem dan baik hati...
  15. Mbak Rizka Saputri, teman penari dan teman sekamar J
  16. Mbak Ika Febriani, teman penari dan teman sekamar J
  17. Nungki Maghdalia, teman penari yang pertukaran ke aussie *oleholeh yaa jeengg ;)*
  18. Mbak Sri Nurhayati, teman penari paling gokil seduniaa :D
  19. Mbak Yekti Sintya, teman penari yang kalem dan baik hati…
  20. Mbak Dian Setyana, teman penari yang paling rajin ngeforward sms info apapun…
  21. Mbak Dilania Sudiyatmala, teman penari, ibuknya Krisna, yang suaranya baguus bangeet J
  22. Ifani Rahadian Saputri, teman penari yang jugaa termasuk pendieem hehe
  23. Mbak Noviani a.k.a mbokdhe, teman penari yang abis kehilangan siti L hikss
  24. Sifa Sabda Mukti, teman penari yang suka bangeet foto – foto
  25. Septiana Laraswati, teman penari
  26. Erni Rahmawati, teman penari
  27. Mbak Krisnawati Yunitania a.k.a mbak Yeyen, teman penari yang suka modeling.
  28. Mbak Ni Putu Widya Pradnyasari, teman penari yang basicnya Bali :D
  29. Ginanjar Eka, teman penari yang super gilaa.
  30. Mas Yudha Dirgantama, teman penari.
  31. Panggung Rahmat G, teman penari yang super baik hati *terimakasih untuk semuanya J*
  32. Mas Anang Wahyu, teman penari.
  33. Ferdie Jordan, teman penari yang suka ngusili aku dan bikin aku ketawa…
  34. Mas Aloysius Gonzaga Rangga, teman penari yang suka tak ejek… *maaf yaa mas :p*
  35. M. Sami Aji, teman penari yang kecil dan suka ngganggu aku pas di hotel.
  36. Ganggas Hatma, teman penari yang kecil dan suka ngganggu aku pas di hotel.
  37. Lintang Ayodya, teman penari yang kecil dan suka ngganggu aku pas di hotel.
  38. Bima Arya, teman penari yang kecil dan suka ngganggu aku pas di hotel.
  39. Q. Ianua Adi, teman penari yang kecil dan suka ngganggu aku pas di hotel.
  40. Arfin Ardima, teman penari yang hiperaktif.
  41. Erwan Danukhoiro, adekku sekaligus teman penari yang selalu mboncengin :p
  42. Mas Yuli Yanto, teman penari sekaligus sesepuh J
  43. Yulio Adhiatma, teman penari yang gondhes sekali #eh haha *maaf karena suka ngejek*
  44. Arseta Lingga, teman penari yang pendiam sekalii…
  45. Mas Jatmiko Vadhjendrata, teman penari yang namanya puanjaang sekaliii…
  46. Banifasius Vico a.k.a Ciblex, penabuh yang supeeeeerr nyebaaaiii
  47. Mbak Desti Pertiwi, sindhen yang suaranya bagus :D
  48. Mbak Sri Ana Pertiwi, sindhen yang suaranya baguus :D
  49. Mbak Agnesia Nandasari, sindhen yang suaranya bagus jugaa :D
  50. Anggit Nazulla, penabuh yang satu kelompok pas outbond :D
  51. dll yang tidak bisa aku sebutkan satu persatu mengingat ada buanyaaak buangeeet :D


Yang jelas, maaf dan terimakasih buat semuanyaa :D
DSP 2012 yes! :D

Pring Reketek gunung gamping ambrol, Jogja kota gudheg DSP-ne pasti jempol”

Kamis, 05 Juli 2012

Sebelah dan Seluruh


Sebelah, secuil, sepotong…
Sebelah hatiku untukmu
Tapi dulu, sangat dulu
Sebelum kau rusak secuil rasaku

Sepotong hatiku yang masih biru
Kau coret dengan belati hitammu
Hingga terkoyak kemerahan berbalut sendu

Seluruh, semua…
Seluruh hatiku telah beku untukmu
Semua rasaku telah mati
Sebelah hatiku tak mampu berkutik lagi…

Yogyakarta, 28 Juni 2012
Erwita D. Hutami


#dimuat di Bernas Remaja kording SEVENERS Rabu wage, 4 Juli 2012

Bahagia Itu Sederhana :)


  • Bahagia itu saat Ibuku selalu menasihati dan mendengarkan segala ceritaku…
  •  Bahagia itu saat Adikku sering jahil dan suka membagi apapun ke aku…
  •  Bahagia itu saat mas – mas dan mbak – mbakku selalu antusias menanggapi ceritaku dan menghiburku…
  • Bahagia itu saat pakdhe-budhe-om-tante bersikap seolah aku ini anak kandung mereka…
  •  Bahagia itu saat sahabatku, Dina Wulansari selalu bersedia menerima spam sms galau di ponselnya dan menghiburku semampunya…
  • Bahagia itu saat sahabatku, Anastasha Fitriyana selalu ada di sampingku, menenangkan, dan menghiburku, kadang memberi saran padaku…
  • Bahagia itu saat sahabatku, Adhisti Eka Putri bela – belain pulang sekolah jauh – jauh dari SMADA ke rumahku cuma buat denger curhatku :’)
  • Bahagia itu saat sahabatku, Christina Megawimanti Sianipar yang super sibuk mau meluangkan waktunya di sela – sela lomba EIFJC untuk mendengar ceritaku :’)
  • Bahagia itu saat sahabatku, Artanti Prisma Zulaikha mau mendengarkan berbagai ceritaku dengan gayanya yang polos…
  • Bahagia itu saat sahabatku, Shielda Ayu Clarasati Deviani ada di sampingku saat aku nangis hebat waktu itu…
  • Bahagia itu saat sahabatku, Trisan Bagas Yuwono mau mendengarkan curhatku tentang dia dan memberi saran sebisanya…
  • Bahagia itu saat sahabatku, Anindwitya Rizqi Monica selalu mau jadi tempat curhatku di kelas…
  • Bahagia itu saat aku bertukar pikiran, ilmu, pengalaman, pengetahuan, dll dengan sahabatku Khanza Putri Tiara…
  • Bahagia itu saat bisa cerita – cerita sama Lely Diana Sari Saputri…
  • Bahagia itu saat Nailyl Hikamy, Sarah Idha Fatmala, Alia Nur Pradina, Faila Ratna Sufa, Cindy Mellyta Sari, Annisa Nur H, dan Nurul Asniatin mau mendengar ceritaku dan menghiburku dengan gaya masing – masing…
  • Bahagia itu saat Melvina Onika Yelta dan Ika Nur Fatmahwati mau berbagi banyak cerita dan curcol denganku…
  • Bahagia itu saat nyanyi – nyanyi soundtracknya Dragon Ball, Doraemon, Shinchan, Tsubasa, dll sama Khanza, Monik, dan Trisan J
  • Bahagia itu saat ngeliat kelasku X-1 kompak dan terekam dalam video Sinolewah Award 2012 :’)
  • Bahagia itu saat mengingat pensi CIS 2012 dan banyak event yang diikuti X-1 secara dadakan tapi juara J
  • Bahagia itu saat aku diterima dengan senyum, tangan terbuka, dan celoteh – celoteh ramah oleh semua teman baru di Duta Seni Pelajar 2012 J
  • Bahagia itu saat seseorang yang tak bisa kusebut namanya menemaniku melihat pentas drama X-4 di smaven, dan selalu menyanyikan sebuah lagu sebelum aku tidur :’)
  • Bahagia itu saat banyak kakak kelas yang peduli denganku, dan bersikap manis padaku…
  • Bahagia itu saat kakaknya Monik, mbak Anindita Maribeth menyukai cerpen buatanku…
  • Bahagia itu saat majalah pertama dimana aku pertama kalinya bergabung di dalamnya disambut dengan baik…
  • Bahagia itu saat aku mengingat pentas drama X-1 “Jaka Umbaran” yang sangat meriah, dan spektakuler, dan itu sangat menunjukkan betapa kompaknya 30 orang yang keras kepala ini :’)
  • Dan masih banyak hal membahagiakan yang tak mampu kutuliskan disini :’)


Lihat! Bahagia itu sederhana…
Aku mampu menuliskan lebih dari 20 kebahagiaan, kalau aku mau dan mampu…

Sebenarnya, ini menjadi bahan perenungan bagiku dan-semoga-bagi semua orang yang membaca postingan ini…

Bahwa…
Bahagia itu sederhana…
Kumpulkanlah kasih sayang kecil dari orang – orang di dekatmu…
Dan, kamu akan mendapati bahwa kumpulan itu akan menjadi sangat besar, jauh lebih besar dari yang kau bayangkan…
Dan mungkin bisa jadi lebih besar dari rasa sayang “someone special” kepadamu J

So, keep smile! J
Everyone love you! :D

So Random Now u,u


Entah anomali apa yang terjadi padaku… Aku pun tak tahu…
Semua perasaan ini tercampur aduk menjadi satu, di hati dan pikiranku.
Bahkan, aku tak bisa mengenali perasaan ini untuk siapa dan untuk apa.
Semua hanya teraduk sempurna di dalam raga, menggumpal, mengkristal, keras dan tak terpecahkan…

Ada rasa bahagia, namun sedih dan terluka…
Ada rasa lega, namun marah dan kecewa…
Ada rasa membenci yang teramat dalam…
Namun, muncul pula rasa suka, atau mungkin sayang yang tumbuh begitu saja…
Ada rasa lelah, namun bangga di dalamnya…
Kurasa hasrat muram dalam raga, namun justru ku manifestasikan dalam ceria…
Rasa dan karsa tak mampu kubedakan! Semua tercampur begitu saja…

Aku tiada bisa membedakan, mana musibah mana anugerah..
Karena, tiap kali aku memutar balik segalanya, mencoba memandang dari segala aspek…
Anugerah adalah musibah…
Dan musibah adalah anugerah…
Semua memiliki sisi positif dan negatifnya masing – masing…
Hingga aku hanya mampu menyukuri dan merutuki segalanya bersama – sama…

Mereka… Para mainstream itu…
Mereka berkata, “Aku galau”
Namun, sesungguhnya, mereka hanya merasa bingung menentukan sikap
Mereka tidak berada dalam fase galau sesungguhnya…
Aku? Aku tak menahbiskan diri sebagai seseorang yang galau…
Meski kalian semua tahu, aku didera kebimbangan yang teramat dalam mengenai rasa dan karsaku…
Aku tidak menyatakan bahwa diriku galau
Karena bagiku, ini mungkin menggalaukan bagiku, namun tidak bagi yang lain!
Yah! Rasa adalah relative… Apa yang jadi rasaku, belum tentu jadi rasamu…

Seperti dalam cinta… Cinta adalah rasa, dan rasa itu relative…
Sesuai dengan silogisme dalam logika matematika, (p→q) ˄ (q→r ) ≡ p→r , untuk p= cinta, q= rasa, dan r= relative
Oleh karena itu, dapat kita simpulkan bahwa “Jika cinta maka rasa, dan jika rasa maka relative”
Semua itu equivalen dengan “Jika cinta maka relative”
Atau lebih mudahnya, cinta itu relative…
Oke, aku tahu kalian akan mengataiku “ngawur!” karena telah mencampurkan matematika yang rasional dengan rasa yang terkadang irrasional…
Tetapi, bukan kah dalam matematika terdapat bilangan irrasional?
Begitu pula dalam cinta—atau untuk lebih umumnya rasa—terdapat pula suatu rasionalitas disana.

Tapi, banyak dari kita—terutama kaum wanita—yang menjadi irrasional, dan meniadakan rasionalitas dalam rasa…
Aku? Aku pun begitu! Aku tak menahbiskan diri sebagai seorang wanita rasional
Terkadang, aku tertuntun emosi yang meluap, hingga aku menjadi seorang yang irrasional
Namun, terkadang rasaku, ku rem sedemikian rupa dengan segenap rasionalitasku yang tersisa
Seperti sekarang, aku sedang tidak rasional!
Aku merasa bingung, bagaimana sejatinya rasaku?
Namun, aku mencoba sekuat tenaga untuk merasionalkan kehidupanku…
Meski aku yakin, tetap ada ketidakrasionalan yang selalu ada di hidupku…

Seperti yang sudah kukatakan, dalam rasa yang irrasional, terdapat suatu rasionalitas.
Begitu pula dalam kehidupan manusia, dalam realita keseharian kita
Tak ada sesuatu yang benar – benar hitam…
Dan tak ada sesuatu yang benar – benar putih…
Dengan irrasional, kita menjadi lemah, tidak tegas, lembut, peka, dan perasa
Dengan rasional, kita menjadi kuat, tegas, kasar, dan tidak peka, tidak perasa
Sementara, agar terjadi keseimbangan kita harus kuat, tegas, lembut, peka, dan perasa
Ingatkah kita kepada yin dan yang? Dua warna “hitam” dan “putih” yang membentuk sebuah lingkaran?
Bahkan, orang gila pun tahu jika itu lah lambang keseimbangan…
Namun, kebanyakan dari kita hanyalah “tahu” tapi tidak “memahami”

Negara kita butuh orang jujur, butuh orang cerdas, butuh cendekiawan, butuh ilmuwan
Kita butuh saudagar kaya, kita butuh pengusaha sukses, kita butuh pekerja…
Tetapi, kita juga butuh orang licik, orang bodoh, penipu, penjilat…
Kita butuh orang miskin, kita butuh pemuda pengangguran…
Karena, dari hal buruk itulah, semua hal baik muncul…
Karena hal buruk itulah, membuat yang baik jadi tampak baik…

Hitam dan putih, sangat diperlukan di segala aspek kehidupan
Kita tidak bisa memakai yang hitam saja, atau putih saja
Seperti kita butuh irrasional dan rasional…
Keduanya kontradiksi, namun monodualisme…

Di akhir pemikiranku yang acak dan semrawut ini…
Aku menemukan satu hal penting!
Bahwa aku butuh rasional dan irrasional, dua hal yang monodualisme itu…
Agar kehidupanku tetap stabil, agar semua tetap balance…

Memang ini sebuah pemikiran tidak jelas…
Pemikiran aneh yang berasal dari otak yang semrawut…
Ya, otak semrawut milikku! Otak carut marut milikku! Otak yang hatinya kacau balau!
Otak yang hatinya sedang bimbang membedakan rasa dan karsa!
Namun, setidaknya aku menemukan suatu hal…
Bahwa dalam hidup kita terdapat banyak hal yang bertentangan, namun sama – sama kit butuhkan…
Banyak hal kontradiksi namun monodualisme dalam hidup kita…
Dan agaknya, pemikiranku yang random ini dapat menjadi perenungan…

Perenungan bagi kita semua J

Ngayogyakarta Hadiningrat dalam Uraian Singkat


Ngayogyakarta atau yang lebih kita kenal sebagai Yogyakarta—kota dimana aku tumbuh besar kini—dahulu bernama Mataram. Mataram—yang merupakan pusat tumbuhnya kebudayaan selama berabad – abad—membawa kebudayaan Islam dibawah tampuk pimpinan Panembahan Senopati. Selanjutnya sejak 1755 wilayah ini menjadi ibu kota Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat oleh Pangeran Mangkubumi. Selanjutnya, aku akan sedikit mengulas tentang sejarah dan serba – serbi di Ngayogyakarta Hadiningrat.
                Ditelaah berdasarkan bahasa, Ngayogakarta Hadiningrat berasal dari Ng-ayu-gya-karta-hadi-ning-rat, yang berarti ajakan untuk bersegera dalam membangun peradaban baru demi terciptanya kebahagiaan dunia dan akhirat.
                Awal berdirinya Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat adalah dari perjuangan Pangeran Mangkubumi melawan VOC yang terlalu dalam mencampuri urusan Keraton. Perang yang sangat merugikan VOC membuat VOC menawarkan perundingan dengan hasil perjanjian Giyanti di desa Giyanti (13 Februari 1755). Perjanjian ini ditandatangani oleh Gubernur Nicholas Hartingh atas nama Gubernur Jenderal Jacob Mossel (pihak Belanda). Menurut perjanjian itu, Mataram dibagi 2 menjadi Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat (P. Mangkubumi) dan Kasunanan Surakarta (Sunan Pakubuwana III).
                Pangeran Mangkubumi diakui menjadi Raja dengan gelar “Sultan Hamengku Buwana Senapati Ing Alaga Abdul Rachman Sayidin Panatagama Khalifatullah Ing Tanah Jawa Ingkang Jumeneng Nata Kaping I” atau lebih ringkasnya “Sri Sultan Hamengku Buwana I”. Gelar panjang itu bukan sekedar gelar lho! Tapi, ada artinya… Sultan yang memerintah diharapkan mampu menjadi senapati ing alaga, seorang pemimpin perang—perang bisa berarti perang melawan banyak hal lho! Sultan juga diharapkan mampu menjadi khalifah dan panatagama—pemimpin dan panutan dalam hal agama, seorang pemuka agama, penata agama di tanah Jawa ini. Begitu kurang lebihnya…
                Sebulan persis setelah perjanjian Giyanti, Sultan Hamengku Buwana I menetapkan daerah Mataram menjadi Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Sultan selanjutnya, bukan berarti tidak berjuang lho! Belanda masih bercokol di bumi pertiwi. Bahkan pada 1810, Daendels mencampuri urusan Keraton dengan membuat kebijakan perubahan kedudukan minister yang langsung ditentang oleh Sultan Hamengku Buwana II. Melalui kekuatan militernya, akhirnya pada 1 Agustus 1812 Sultan Hamengku Buwana III menandatangani perubahan pemerintahan dan demiliterisasi birokrasi kesultanan.
                Kala itu, Belanda memang sedang gencar berkuasa di bumi pertiwi. Hingga pada 1823 Sultan Hamengku Buwana IV dibunuh, dan digantikan putra mahkota dan dewan perwalian—terdiri atas Ibu Suri, Nenek Suri, P. Mangkubumi, P. Diponegoro, dan Danurejo IV. Atas dasar kekejaman Belanda, keikut campurannya dalam urusan Keraton, dan karena memasang patok pada makam leluhurnya di Tegalrejo, maka Pangeran Diponegoro angkat senjata melawan Belanda. Perang ini terkenal banget di kalangan anak sekolah. Bahkan mungkin satu – satunya perang yang diingat, Perang Diponegoro atau Perang Jawa yang terjadi pada 1825 – 1830, atau yang biasa kita ingat sebagai perang setengah 7 kurang 5 menit sampai setengah 7. Haha #ups Dan seperti yang kita tahu, perang ini yang paling merugikan Belanda lhoo! Hebat yaa leluhur kita?
                Setelah perang 5 menit itu, Belanda banyak menandatangani Kontrak Politik. Yang terakhir adalah Perjanjian Politik 1940 yang ditandatangani Dr. Lucien Adam (Belanda) dan Sri Sultan HB IX (Yogyakarta) dan dimasukkan dalam lembaran Negara Kerajan Belanda sebagai Staatsblad 1941, No. 47. Nah, di jaman pendudukan Jepang, Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat diberi hak istimewa oleh Jepang dengan sebutan Yogyakarta Kooti Hookookai.
                Akhirnya, pada 17 Agustus 1945 Indonesia berhasil merdeka. Tapi, perjuangan Indonesia tak sampai disitu saja! Begitu pun Yogyakarta yang terus berjuang mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada 5 September 1945, dikeluarkan amanat yang menyatakan bahwa daerah Kesultanan dan Pakualaman merupakan Daerah Istimewa yang menjadi bagian dari Republik Indonesia. Dan presiden Soekarno memberikan piagam kedudukan pada 9 Agustus 1945. Hmm… Ini nih yang harus diingat para pembesar negeri yang akan mencabut “keistimewaan” DIY!
                Ketika Indonesia mengalami masa yang genting, Ibukota RI sempat dipindah ke Yogyakarta pada 4 Januari 1946 lho! Semua ini atas tawaran mendiang raja kita, Sri Sultan HB IX yang pastinya sudah memperhitungkan segala konsekuensinya. Mulai dari ancaman serangan Belanda, kebutuhan kantor, logistik, gaji, dll bagi aparat pemerintah dan TNI. Dan apa yang diperkirakan Sri Sultan HB IX pun terjadi. Belanda melanggar perjanjian Linggarjati, dan melancarkan Agresi Militer I pada 21 Juli 1947. Dan dilanjutkan Agresi Militer II pada 19 Desember 1948. Kota Yogyakarta pun jatuh ke tangan Belanda. Beberapa pemuka negeri ini—masa itu tentunya—berhasil ditawan Belanda.
                Pecahlah Serangan Umum 1 Maret yang berhasil menguasai Yogyakarta selama 6 jam. Keberhasilan ini disebarluaskan dengan jaringan radio AURI dengan sandi PC-2 di Banaran, Playen, Gunung Kidul, secara berantai hingga Burma, India dan sampai pada perwakilan RI di PBB. Dan pada 29 Juni 1949 Belanda ditarik dari Yogyakarta dan Sri Sultan HB IX sebagai koordinator keamanan. Semuanya berakhir dengan Perjanjian Roem – Royen pada 7 Mei 1949.
                Bicara soal Ngayogyakarta Hadiningrat, kurang lengkap rasanya jika tidak menyinggung keraton meski hanya sedikit. Nah, kawasan cagar budaya Keraton Yogyakarta ini memanjang dari Selatan ke Utara, meliputi wilayah Krapyak di selatan, wilayah di dalam beteng Kraton dan sekitarnya yang dibatasi sungai Winongo di barat dan Code di timur, serta wilayah di sekitar Alun – Alun Utara. Dari selatan, yang paling menonjol adalah Panggung Krapyak atau yang biasa dikenal orang sekitar dengan “kandang menjangan” tempat para pangeran berburu menjangan atau kijang. Selain itu masih ada Kraton Yogyakarta, Taman Sari—tempat pemandian raja, putri, dan keluarga kerajaan, Masjid Gedhe Kauman, Pekapalan, dllsb.
                Lebih spesifik lagi #halah mari kita mengulas sedikit tentang Kraton. Keraton Ngayogyakarta—yang merupakan tempat tinggal Sri Sultan Hamengku Buwana—dibangun secara bertahap seperti Prabayeksa dan Siti Hinggil Ler yang dibangun pada 1769 dan terus berkesinambungan sampai pada masa Sri Sultan Hamengku Buwana VII. Siti Hinggil Ler ini adalah tempat dilantiknya Presiden RI Soekarno pada pertama kalinya.
                Keraton Yogyakarta terdiri dari 7 lingkungan yang dibetengi tembok setinggi 5 meter dengan regol. Dan lingkungan tersebut yaitu: 1. Alun – Alun, Pagelaran, dan Siti Hinggil Ler; 2. Keben; 3. Srimanganti; 4. Kedaton; 5. Magangan; 6. Mandungan; 7. Siti Hinggil Kidul, dan Alun – Alun. Sementara regol yang menghubungkan antara 7 lingkungan itu ada 9 buah yaitu: Gapura Pangurakan, Gerbang Tarub Hageng, Regol Brajanala, Regol Srimanganti, Regol Danapratapa, Regol Kemagangan, Regol Gadhung Mlathi, Regol Kemandungan, dan Plengkung Nirbaya atau yang lebih dikenal Plengkung Gadhing.
                Bicara soal Kraton, setiap hari Minggu kita bisa melihat pertunjukan tari klasik gaya Yogyakarta dari pukul 10.00 di bangsal Srimanganti lho! Nah, jadi pada pengen tahu kan tentang tariannya? Mari kita cuus ke tari klasik gaya Yogyakarta! Yang pertama dan paling terkenal adalah Srimpi. Tarian ini dibawakan oleh 4 orang penari—kecuali Srimpi Renggowati yang berjumlah 5 orang. Lho kok ada Srimpi macem – macem? Yaa emang macem – macem sih. Ada Srimpi Pandelori dengan gendhing (lagu pengiring) Pandhelori, Srimpi Renggowati yang merupakan petikan dari kisah Anglingdarmo, dll. Tari Srimpi ini bertemakan perang tandhing antara kebaikan dan kejahatan yang tak kunjung habis—yang merupakan bagian dari falsafah hidup masyarakat Jawa. Srimpi menggunakan gamelan pelog, dengan pola iringan gending Sabrangan, diiringi bunyi musik tiup dan gendering dengan pukulan irama khusus. Biasanya para penari mengenakan keris yang diselipkan di depan silang ke kiri atau pistol, dan ini menjadi karakteristik khusus Srimpi.
                Yang kedua adalah Bedhaya. Tarian ini sacral dan mencerminkan kemanunggalan yang diwujudkan dalam bentuk Moncokondo. Bedhaya dibawakan oleh 9 orang penari yang melambangkan kesempurnaan. Dalam suatu rakit bedhaya tiap penari memiliki nama masing – masing lho! Yaitu endhel, batak, jangga, dada, buntil, endhel wedalan ngajeng, endhel wedalan wingking, apit ngajeng, dan apit wingking. Terdapat pula banyak jenis bedhaya, seperti Bedhaya Semang yang diiringi gendhing Semang, Bedhaya Manten, Bedhaya Bedah Mediun, Bedhaya Sinom, Bedhaya Kobor, Bedhaya Tejanata, Bedhaya Arjunawiwaha, dll.
                Yang ketiga adalah Beksan Lawung Ageng. Beksan atau tarian ini merupakan tari putra gagah yang ditarikan 16 penari pria yang membawa tombak—kecuali botoh dan salaotho. Tari ini berkembang di Kraton dan dibawakan dalam rangkaian upacara pernikahan agung putra-putri raja. Keenambelas penari tersebut berperan sebagai botoh (wasit) yang membawa semacam gitik(kayu kecil yang tidak terlalu panjang)—2 orang, salaotho (abdi) yang membawa kotak—2 orang, 4 penari lawung jajar, 4 penari lawung lurah, dan 4 penari ploncon...

dari: berbagai sumber dan pengetahuan pribadi :)

Yeaah... Sekiranya sekian share pengetahuan dari saya...
Semoga bermanfaat dan menambah kecintaan kita pada Yogyakarta dan Indonesia :)

SALAM BUDAYA!

Namanya Juga Orang Jawa :)

Orang Jawa identik dengan sikap narima ing pandum-nyaa...
Nah, aku pun berusaha gituu... hehe

Aku senang dan bersyukur bisa kembali menyentuh blog-ku :)
Aku senang dan bersyukur bisa rangking 1 kelas, dan masuk IPA :)
Aku senang dan bersyukur GPBT 2012 sukses beraat :)
Aku senang dan bersyukur gladhi bersih Duta Seni Pelajar 2012 di panggung terbuka Prambanan lancar :)
Meskipun...
Aku harus mencuri waktu disela kesibukanku...
Aku harus dapat rangking 6 pararel yang sangat mengecewakan dan membuatku urung jadi panitia GTB 2012...
Aku harus pulang jam setengah 12 dan bercapek ria padahal besoknya langsung gladhi bersih DSP 2012...
Aku harus capek-capek ke Prambanan, njempong nunggu bus di dikpora, dan pulang jam 12 malem baru sampe rumah...

Tapi... Aku tetap senang dan bersyukur :)
Hanya membuat resolusi dan harapan :)
Duta Seni Pelajar 2012 se- Jawa, Bali, Lampung 10-13 Juli 2012 di DI Yogyakarta harus SUKSES :)
Dan untuk kelas 11, aku harus balas dendam :D
Setidaknya, aku harus 3 BESAR PARAREL LAGI!!




#AMIIN :D