Siang yang gamang, tiba – tiba aku menyadari
sesuatu. Waktu kita tak banyak. Hanya beberapa bulan, dan kau kan melepas
putih-abumu. Sementara aku masih disini, dengan seragam melekat di tubuhku, dan
bangku sekolah dibawahku. Keramik tempatku berpijak masih sama, sementara kau
mungkin lebih banyak berpijak di jalanan, berpindah – pindah mengikuti mata
kuliah satu dan yang lainnya…
Sadar atau tidak, masa kita kan berlalu.
Kau akan benar – benar pergi dariku. Haruskah aku bahagia? Atau bersedih? Aku
bisa melupakan semua tentangmu, tentang kita dulu… Target ‘move on’ yang kubuat
juga akan lebih mudah kucapai tanpa kau ada di sekitarku…
Namun, sudut hatiku berkata aku akan
sangat kehilanganmu. Kehilangan senyum simpul jahilmu yang biasanya kau berikan
untukku. Kehilangan lemparan pandangan dan lirikan sembunyi – sembunyi dari kejauhan.
Kehilangan sebaris sorakan ‘cie cie’ dari kawan – kawan… Waktumu hanya akan berlalu
tanpaku. Aku yakin itu…
Sebentar lagi, kau sudah menjadi seorang
mahasiswa. Sementara aku? Masih menyandang predikat siswa. Aku tak yakin bahwa
di luar sana kau kan menjaga hatimu—seperti yang selalu kau katakan padaku. Sebaliknya,
aku merasa kau mungkin akan menemukan rasa yang baru disana…
Aku hanya mampu membayangkan,
bagaimana kelak jika aku merindukanmu? Kini, aku masih bisa melihat senyummu
dari kejauhan. Aku masih bisa mendengar tawa dan suaramu saat kau bergurau dengan
kawan – kawanmu. Dan kini, setidaknya aku masih bisa melihat punggungmu yang membelakangiku.
Namun bagaimana jika kau sudah tak disini? Hah! Mungkin, aku hanya akan menatap
nanar ke tempat – tempat yang menorehkan memori manis tentang kita. Aku hanya
akan menyimpan sejuta rasa ini di hatiku sendiri, tanpa kubagi dengan siapa
pun!
Sadar atau tidak… Aku harus belajar
melepasmu. Aku harus belajar untuk tidak tergantung padamu. Aku harus belajar
untuk mampu merelakanmu. Aku harus mampu menahan semua rasa rinduku yang kadang
sulit terbendung. Aku harus belajar untuk mengikhlaskanmu. Aku harus belajar untuk
berhenti cemburu saat kau bersama seorang yang lain.
Toh, jikalau kelak kita harus bersama…
Jalan cinta kan pertemukan kita. Tuhan kan menautkan kita dalam asa dan rasa
yang sama… Tuhan kan buatkan jalan tuk pertemukan kita, menyatukan kita, membuat
kita tak terpisahkan, sekeras apa pun orang – orang berusaha… Cerita kita kan temukan
jalannya sendiri. Jika memang aku tulang rusukmu… Jika memang Tuhan menciptakan
kau sebagai pasanganku. Jika memang Tuhan memilihmu menjadi pendampingku…
Sadar
atau tidak…
Yang
perlu kulakukan…
Hanya
belajar melepaskan, belajar merelakan…
PS:
Radit-san, aku tetap berharap bahwa kau lah masa depanku…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar