Entah anomali apa yang terjadi padaku… Aku pun tak tahu…
Semua perasaan ini tercampur aduk menjadi satu, di hati dan pikiranku.
Bahkan, aku tak bisa mengenali perasaan ini untuk siapa dan
untuk apa.
Semua hanya teraduk sempurna di dalam raga, menggumpal,
mengkristal, keras dan tak terpecahkan…
Ada rasa bahagia, namun sedih dan terluka…
Ada rasa lega, namun marah dan kecewa…
Ada rasa membenci yang teramat dalam…
Namun, muncul pula rasa suka, atau mungkin sayang yang
tumbuh begitu saja…
Ada rasa lelah, namun bangga di dalamnya…
Kurasa hasrat muram dalam raga, namun justru ku
manifestasikan dalam ceria…
Rasa dan karsa tak mampu kubedakan! Semua tercampur begitu
saja…
Aku tiada bisa membedakan, mana musibah mana anugerah..
Karena, tiap kali aku memutar balik segalanya, mencoba
memandang dari segala aspek…
Anugerah adalah musibah…
Dan musibah adalah anugerah…
Semua memiliki sisi positif dan negatifnya masing – masing…
Hingga aku hanya mampu menyukuri dan merutuki segalanya
bersama – sama…
Mereka… Para mainstream itu…
Mereka berkata, “Aku galau”
Namun, sesungguhnya, mereka hanya merasa bingung menentukan sikap
Namun, sesungguhnya, mereka hanya merasa bingung menentukan sikap
Mereka tidak berada dalam fase galau sesungguhnya…
Aku? Aku tak menahbiskan diri sebagai seseorang yang galau…
Meski kalian semua tahu, aku didera kebimbangan yang teramat
dalam mengenai rasa dan karsaku…
Aku tidak menyatakan bahwa diriku galau
Karena bagiku, ini mungkin menggalaukan bagiku, namun tidak
bagi yang lain!
Yah! Rasa adalah relative… Apa yang jadi rasaku, belum tentu
jadi rasamu…
Seperti dalam cinta… Cinta adalah rasa, dan rasa itu relative…
Sesuai dengan silogisme dalam logika matematika, (p→q)
˄
(q→r
) ≡
p→r , untuk p= cinta, q= rasa, dan r= relative
Oleh karena itu, dapat kita simpulkan bahwa “Jika cinta
maka rasa, dan jika rasa maka relative”
Semua itu equivalen dengan “Jika cinta maka relative”
Atau lebih mudahnya, cinta itu relative…
Oke, aku tahu kalian akan mengataiku “ngawur!” karena telah
mencampurkan matematika yang rasional dengan rasa yang terkadang irrasional…
Tetapi, bukan kah dalam matematika terdapat bilangan
irrasional?
Begitu pula dalam cinta—atau untuk lebih umumnya rasa—terdapat
pula suatu rasionalitas disana.
Tapi, banyak dari kita—terutama kaum wanita—yang menjadi
irrasional, dan meniadakan rasionalitas dalam rasa…
Aku? Aku pun begitu! Aku tak menahbiskan diri sebagai seorang
wanita rasional
Terkadang, aku tertuntun emosi yang meluap, hingga aku menjadi
seorang yang irrasional
Namun, terkadang rasaku, ku rem sedemikian rupa dengan segenap
rasionalitasku yang tersisa
Seperti sekarang, aku sedang tidak rasional!
Aku merasa bingung, bagaimana sejatinya rasaku?
Namun, aku mencoba sekuat tenaga untuk merasionalkan kehidupanku…
Meski aku yakin, tetap ada ketidakrasionalan yang selalu ada di
hidupku…
Seperti yang sudah kukatakan, dalam rasa yang irrasional, terdapat
suatu rasionalitas.
Begitu pula dalam kehidupan manusia, dalam realita keseharian kita
Tak ada sesuatu yang benar – benar hitam…
Dan tak ada sesuatu yang benar – benar putih…
Dengan irrasional, kita menjadi lemah, tidak tegas, lembut, peka,
dan perasa
Dengan rasional, kita menjadi kuat, tegas, kasar, dan tidak peka,
tidak perasa
Sementara, agar terjadi keseimbangan kita harus kuat, tegas,
lembut, peka, dan perasa
Ingatkah kita kepada yin dan yang? Dua warna “hitam” dan “putih”
yang membentuk sebuah lingkaran?
Bahkan, orang gila pun tahu jika itu lah lambang keseimbangan…
Namun, kebanyakan dari kita hanyalah “tahu” tapi tidak “memahami”
Negara kita butuh orang jujur, butuh orang cerdas, butuh cendekiawan,
butuh ilmuwan
Kita butuh saudagar kaya, kita butuh pengusaha sukses, kita butuh
pekerja…
Tetapi, kita juga butuh orang licik, orang bodoh, penipu,
penjilat…
Kita butuh orang miskin, kita butuh pemuda pengangguran…
Karena, dari hal buruk itulah, semua hal baik muncul…
Karena hal buruk itulah, membuat yang baik jadi tampak baik…
Hitam dan putih, sangat diperlukan di segala aspek kehidupan
Kita tidak bisa memakai yang hitam saja, atau putih saja
Seperti kita butuh irrasional dan rasional…
Keduanya kontradiksi, namun monodualisme…
Di akhir pemikiranku yang acak dan semrawut ini…
Aku menemukan satu hal penting!
Bahwa aku butuh rasional dan irrasional, dua hal yang monodualisme
itu…
Agar kehidupanku tetap stabil, agar semua tetap balance…
Memang ini sebuah pemikiran tidak jelas…
Pemikiran aneh yang berasal dari otak yang semrawut…
Ya, otak semrawut milikku! Otak carut marut milikku! Otak yang
hatinya kacau balau!
Otak yang hatinya sedang bimbang membedakan rasa dan karsa!
Namun, setidaknya aku menemukan suatu hal…
Bahwa dalam hidup kita terdapat banyak hal yang bertentangan,
namun sama – sama kit butuhkan…
Banyak hal kontradiksi namun monodualisme dalam hidup kita…
Dan agaknya, pemikiranku yang random ini dapat menjadi perenungan…
Perenungan bagi kita semua J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar