Sabtu, 28 Juli 2012

Bolehkah Aku Bicara?


Bolehkah aku bicara?
Tentang sebuah rasa dan cerita
Tentang sebuah kisah penuh bahagia
Namun juga penuh derita

Ceritera ini tentang aku, tentang hidupku… Anak polos yang tak tahu apa – apa. Anak muda belia yang baru menginjak fase remaja…
Aku memiliki sepotong hati yang belum basi. Belum tercekoki berbagai lika – liku kehidupan yang lurus atau miring. Aku masih belajar tentang semua hal… Aku belum pintar!
Baru kududuki bangku putih abu, sudah kusuguhkan potongan ini pada seseorang. Yang ku yakini akan menjaga sepotong hatiku sebaik mungkin. Yang ku yakini—dari tatapan matanya—akan menjagaku selamanya…
Aku takut! Di masa yang baru ini, aku takut tangan – tangan jahil mengusik pahatan hatiku yang masih indah dan murni. Namun, kurasa aku telah salah alamat lagi…
Selang waktu berlalu… Semua janji tlah menjadi basi.
Hingga sepotong hatiku, berhasil diracuni, dilukai, diiris dengan belati!
Saat itu, aku hanya bisa menangis meratapi sepotong hatiku yang telah tercabik. Aku hanya merasakan perihnya luka kecewa yang menganga… Aku hanya mampu berbicara “Duh Gusti… Apa salahku ini?”

Dan kini… Aku menuai pahitnya racun itu…
Segala yang aku punya hancur berantakan, segala upaya meningkatkan prestasi akademik yang telah kususun dengan susah payah *poof* hilang begitu saja…
Entah ini karena dia, atau karena kesalahanku sendiri. Namun, kurasa ini semua salahku… Seharusnya, aku masih bisa membagi pikiranku!

Aku bodoh! Bodoh karena aku merasa aku pintar. Bodoh karena aku merasa aku mampu. Bodoh karena aku merasa aku multitalenta. Aku rumangsa bisa, bukan bisaa rumangsa. Seharusnya aku bisa ngrumangsani—menyadari, bukan rumangsa bisa—merasa bisa. Aku menyalahi falsafah Jawa yang seharinya—seharusnya—kugunakan.
Aku bodoh! Bodoh karena menganggap aku bisa menjalani semuanya bebarengan. Aku bodoh karena aku egois, tak berani mengalah. Padahal aku tahu, wani ngalah dhuwur wekasane—orang yang berani mengalah akan tinggi derajatnya. Lagi – lagi aku menyimpang dari falsafah Jawa yang selalu disenandungkan Ibuku tiap hari.
Aku bodoh! Karena aeng—berbeda, yang kulakoni adalah aeng yang waton—berbeda yang asal – asalan. Aku penakut! Aku tak bisa menangkap peluang baik. Yang kutangkap justru peluang buruk, yang semakin membuatku merasa rumangsa bisa dan itu menjatuhkanku sekarang.

Namun…
Dengan segurat catatan kecil ini, aku mampu menengok dalam diri.
Aku mampu intospeksi, bahwa selama ini aku yang salah…
Aku tak mampu menjadi prototipe wanita somahan yang narima ing pandum namun tetap yang teguh berprinsip dan ulet dalam mengejar cita.
Aku hanya remaja labil, yang rumangsa bisa dan belum berpengalaman, namun sudah kemaki atau mungkin kemayu sudah membanggakan diri, meskipun belum ada satu hal pun yang—sebenarnya—belum bisa kubanggakan.
Aku belum bisa mendongak dan menunduk dalam tempo yang tepat…

Pun dalam cinta. Aku berlagak bisa. Aku menatap nyalang dan seolah menunjukkan akulah yang paling bisa.
Namun, semua tetap tak bisa berdusta… Gusti Allah memang Maha Tahu, bahwa ini lah aku—seorang gadis kecil yang labil dan belum berpengalaman…
Hingga manakala aku terjebak kisah yang indah di awal dan amat sangat menyakitkan di akhir, Gusti Allah seperti ngelehke—menunjukkan padaku bahwa ini lah aku—remaja yang belum berpengalaman…

Hingga kini, aku bertekad…
Kelas 11 dan 12, dua tahun terakhirku duduk di bangku putih abu, takkan kusiakan begitu saja…
Aku akan merebut kembali, apa yang seharusnya menjadi kebahagiaanku…
Akan kubangun lagi upaya dalam meningkatkan prestasi akademikku, dengan cara mengingat kata seorang kakak sepupu yang diulang oleh ibu:
Nduk, cinta itu jangan dicari… Ia akan datang sendiri, saat kamu telah mencapai masanya nanti. Belajarlah dulu, sekolah dulu yang pinter, kuliah dulu yang bener, cari kerja yang bener, lalu sukseslah. Nanti cinta yang akan menghampirimu… Kalo kamu pinter, nanti cinta akan datang sendiri. Jangan dicari ya, Nak…”

Dan ketika aku diperbolehkan bicara…
Inilah yang hendak kukatakan…
Bahwa betapa tahun pertamaku di SMA…
Memberikanku sebuah pelajaran dan pengalaman berharga…
Mengajarkan tentang kebanggaan, kekecewaan, tawa, dan air mata…
Tentang cinta, kehidupan, dan perjuangan…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar