Rabu, 12 September 2012

Jadi… Aku Harus Apa?



            Saat ini, aku hanya terdiam menatap monitor laptop yang menyala di depanku. Aku me-review segala sesuatu. Memutar ulang segala kisahku. Aku terdiam, masih tetap terdiam. Tak ada getaran ponsel yang memaksaku untuk berpaling, atau untuk sekedar memecahkan keheningan. Aku menghembuskan nafasku lembut, angin kecewa sedikit berhembus.
            Hari ini, entah mengapa, dadaku sesak sekali. Sakit, dan benar – benar pedih. Rasanya air mataku ingin tumpah, dan aku tak tahu apa sebabnya. Saat itu, aku duduk di depan kelasku, melihat anak kelas X yang lalu lalang menuju kantin. Aku dikelilingi sahabat – sahabatku, satu orang sahabatku yang rajin dan rapi catatannya, satu orang sahabatku sesama jurnalis di majalah sekolah, dan dua orang sahabatku yang tengah keranjingan serial Glee.
            Jikalau aku tak mengingat banyak anak kelas X lewat sini, mungkin air mataku benar – benar tumpah. Apa ini semua karenamu? Entah! Batinku tak berkata iya, namun tak juga berkata tidak. Entah rasa sesak ini sudah muncul sejak kapan. Mungkin sejak tadi malam, saat air mataku tak sengaja keluar saat aku berusaha tidur, saat headset di telingaku menyenandungkan lagu Korea “Because I Miss You” dari Jung Yong Hwa yang menjadi soundtrack drama Heartstrings.
            Di tengah adik – adik ‘manis’ yang mengucap “mari mbak” “permisi mbak” “pagi mbak” dan “siang mbak” aku tersenyum sekedarnya untuk membalas mereka yang sudah bersusah – susah menyapa kakak kelas tidak penting sepertiku. Aku juga tersenyum mendengar celoteh lucu kawan – kawanku tentang apa pun. Namun, mataku tak bisa berbohong, hingga sahabat – sahabatku menangkap rasa tak nyaman di hatiku. Aku bingung harus menjawab apa, karena aku tak tahu apa sebabnya. Hatiku seolah mati rasa.
            Hingga kini pun aku tak tahu apa yang kurasa, atau apa yang membuat hatiku sedemikian sakitnya. Mungkin hanya Tuhan yang tahu sebenarnya. Mustahil ini semua karenamu! Mustahil! Kau kan (sudah) bukan siapa – siapaku? Pasti ini bukan karenamu!
            Namun, tiba – tiba sekeping hatiku menyangkal pernyataanku itu. Tapi, sebagian lagi membenarkan. Ini adalah perang batin paling menyakitkan. Oke. Mungkin aku hanya ‘sedikit’ berpikir tentangmu. Tapi selebihnya entahlah! Kau mungkin orang paling aneh yang pernah kutemui. Kau orang yang paling membekas disini.
            Kau suka datang dan pergi seenakmu sendiri. Kau tak mempedulikan apa dan bagaimana hatiku yang rapuh ini. Hah! Kedengarannya kau jahat sekali ya? Tapi, tak juga! Nyatanya, terkadang kau membuatku tersenyum bahagia, atau bahkan tertawa! Kau yang membuatku lebih menikmati hidup dengan sifat santaimu. Jujur, aku butuh orang sepertimu, yang bisa sedikit mengendorkan ketegangan di hidupku.
            Tapi, tetap saja, kau tak punya perasaan! Huh! Bodohnya aku pernah (atau mungkin masih) menyukaimu. Tapi, kupikir – pikir, aku tak boleh menyalahkan hatiku yang tak sengaja ‘jatuh’ padamu. Sejujurnya, aku juga tak bisa kembali padamu. Karena aku tak mau jatuh ke lubang yang sama untuk kedua kalinya. Namun, mengapa saat ini hatiku sakit lagi? Apa hanya karena kau ‘sedikit’ jauh? Hah! Bodoh kalau aku mengiyakannya!
            Namun, kurasa seperti itulah adanya. Jadi, aku bodoh ya? Mungkin iya. Tapi, mungkin juga tidak. Aku hanya sedikit naif. Hah! Naif! Masih juga aku membelamu. Keracunan apa sih aku? Jelas – jelas kau sebegini jahat padaku. Harusnya aku menceburkanmu ke samudera Hindia sekalian.
            Memang beberapa bulan yang lalu aku bisa hidup tanpamu. Namun, ada seseorang disampingku. Tapi, jujur, aku belum siap untuk memulai hal yang baru dengan orang yang baru juga. Masih ada luka disini, yang belum seutuhnya terobati. Dan aku seolah menjadi ‘gadis pemberi harapan palsu’ padanya, padahal bukan maksudku seperti itu. Apa aku jahat? Entah. Yang penting niatku tidaklah seperti itu…
            Dan saat aku berusaha untuk benar – benar sendiri, ah kau lagi, kau lagi. Kau memang suka datang dan pergi tanpa permisi! Kasihan hatiku yang masih recovery ini! Kalau datang ya datang, kalau pergi ya pergi. Susah amat sih menentukan sikap? Atau kalau kau mau datang sebagai kawan, ya nyatakan keinginanmu itu, dan bersikap layaknya kawan dekatku. Atau kalau kau mau datang untuk kembali seperti dulu, ya berusahalah tunjukkan niatanmu. Jangan datang dan pergi semaumu sendiri…
            Sebelah hatiku masih ingin kembali. Tapi, sebelah hatiku lagi menolakmu untuk kembali lagi. Hati ini sangat kontradiksi! Aku terdiam lagi. Ternyata berurusan denganmu sulit sekali. Bulir air mata yang kubenci menetes lagi. Hatiku masih tetap kontradiksi. Aku tetap terdiam ditemani lagu – lagu yang kuputar. Aku benci saat – saat seperti ini.
Mungkin di rumahmu sana atau dimanapun kau berada, kau tak peduli! Mau aku menangis, mau aku tersenyum, mau aku tertawa, bahkan mau aku hampir mati pun, kau tak peduli, kan? Aku hanya mampu tersenyum sarkas disini, membayangkan mungkin disana kau tidur siang tanpa memikirkanku sama sekali. Bodohnya aku yang mau – maunya memikirkanmu!
Tapi, bukankah dalam pedomanku, hidup adalah petualangan? Dalam petualangan, tidak ada kata untuk mundur atau kembali. Aku harus terus berjalan maju. Aku mungkin akan singgah di beberapa tempat, menentukan dimana aku nyaman dan tidak. Jika aku nyaman, aku mungkin akan tinggal beberapa waktu, atau mungkin selamanya. Dan di saat aku masih berpetualang, janganlah memintaku kembali. Karena, pantang bagiku untuk berjalan mundur atau kembali. Namun, bukankah dunia ini bulat? Jika aku terus berjalan maju, bukan tak mungkin aku akan kembali pada titik awalku yaitu kau, kan?
Aku mungkin hanya akan menengokmu disaat aku rindu persinggahanku yang nyaman itu. Namun, aku mungkin bisa bersamamu asal kau memberikan kenyamanan bagi hatiku yang masih rapuh ini. Ah! Entahlah! Bicara apa aku ini? Jadi, bahkan hingga detik ini batinku masih terus kontradiksi. Ya Tuhan, apa arti semua ini? Sebelah berkata begini, sebelah berkata begitu.
Dan masih di suasana yang sama. Di atas kasur berseprai biru dengan gambar kucingnya, dan sayup – sayup lagu terdengar. Aku masih tak tahu aku ini bagaimana. Aku masih tak tahu mengapa dadaku begini sesak rasanya. Aku masih tak tahu bagaimana rasaku yang sebenarnya. Jadi… Aku harus apa?


Yogyakarta, 8 September 2012
15:13 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar